Interoperabilitas Data dalam Implementasi E-Government
Latar Belakang
Electronic government (e-gov) di Indonesia adalah program yang inisiatifnya sudah dimulai sejak tahun 2003 seiring dengan keluarnya Inpres no. 3/2003, tetapi kondisi penerapannya di lapangan sangat bervariasi. Ada instansi pemerintah yang sudah cukup maju, tetapi banyak juga yang masih dalam taraf mendengar dan mengenalnya. E-gov selalu melibatkan teknologi informasi (TI), tetapi pembangunan fasilitas TI belum tentu mengarah pada keberhasilan implementasi e-gov.
Pemanfaatan TI dalam e-gov dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Pada tingkat yang paling sederhana, situs web yang merepresentasikan kehadiran sebuah institusi secara virtual dapat dipakai sebagai contoh. Pada tingkat yang lebih maju, sudah ada aplikasi-aplikasi komputer yang dibuat dengan berbagai tujuan, dari meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja, sampai mempermudah dan memperluas jangkauan layanan publik. Kebanyakan instansi pemerintah di Indonesia berada dalam tingkatan ini. Aplikasi komputer dirancang untuk beroperasi dalam domain tertentu (misalnya, bidang kependudukan), dengan fungsi tertentu pula (misalnya, memudahkan proses aplikasi dokumen kependudukan).
Dalam perkembangannya, sistem-sistem informasi yang bersifat sektoral pada akhirnya akan membuat “pulau-pulau informasi”. Otomasi pekerjaan melalui komputerisasi dilakukan pada bidang tertentu, dan sama sekali tidak terkait dengan urusan yang lain.
Persoalan mulai muncul saat ada kebutuhan data atau informasi yang bersifat lintas sektoral. Kebutuhan data seperti ini tidak bisa dipenuhi oleh satu sumber informasi saja, sehingga diperlukan komposisi dari dua atau lebih sumber data. Pada kenyataannya permintaan terhadap data komposit semakin hari semakin tinggi, karena memang banyak urusan yang bersifat multisektoral. Penanganan pasca-bencana, penanganan wabah penyakit, penyaluran BLT dari subsidi BBM, dan pengembangan industri kecil adalah beberapa contoh urusan yang sangat diwarnai dengan data dan informasi yang berasal dari berbagai sektor.
Pemenuhan kebutuhan data dan informasi multisektor perlu ditangani secara komprehensif. Persoalannya tidak sekedar mencari solusi-solusi teknis melalui penerapan teknologi informasi (TI) semata, tetapi harus ada dukungan protokol dan kebijakan pula. Faktor protokol dan kebijakan menjadi penting karena sumber-sumber data dan informasi berada di otoritas yang berbeda, dan penyusunan informasi multisektor melibatkan pertukaran data/informasi di antara instansi-instansi tersebut. Pengaturan pada tataran kebijakan diperlukan untuk menjamin lancarnya proses pertukaran data antar instansi.
Makalah ini mendiskusikan baik aspek teknis maupun pengaturan dalam pertukaran data dalam konteks implementasi e-gov di Indonesia. Pada tataran teknis, tujuan mekanisme pertukaran data adalah mencapai tingkat interoperabilitas yang tinggi sehingga transfer data dari sumber ke tujuan dapat dilakukan tanpa mempedulikan keragaman (perbedaan) platform perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan. Pada tataran kebijakan, protokol pertukaran data perlu disusun untuk menjamin tingkat interoperabilitas yang tinggi.
Interoperabilitas dalam Pertukaran Data: Tinjauan Teknis
Dewasa ini tidak ada lagi urusan penyelenggaraan pemerintahan yang bisa lepas dari keterlibatan TI. Pengolahan data khususnya, sangat tergantung pada peran komputer, jaringan komputer, basis data, dan perangkat lunak aplikasi yang terkait. Dalam berbagai kasus, pengolahan data tidak lagi dipandang sebagai komputasi yang dilakukan pada satu komputer saja, tetapi melibatkan juga komunikasi data antar komputer. Seperti dalam penjelasan sebelumnya, komunikasi data diperlukan dalam konteks untuk menyusun informasi yang bersifat multisektoral. Kebutuhan ini terutama muncul untuk pengambilan keputusan pada aras strategis yang biasanya melibatkan beberapa unit/badan/dinas terkait. Contoh kebutuhan informasi seperti ini untuk penanganan bencana dapat dilihat pada Gambar 1. Ada beberapa sistem informasi yang semuanya digunakan sebagai sumber data bagi sebuah aplikasi lain yang berfungsi mengkompilasi laporan tentang korban dan kerusakan akibat bencana.
Gambar 1. Kebutuhan data multisektoral untuk penanganan bencana
Kondisi nyata di lapangan pada umumnya menunjukkan bahwa sistem-sistem informasi yang digunakan di unit/badan/dinas tersebut dibangun di atas komponen-komponen yang berbeda. Heterogenitas terjadi pada perangkat keras (hardware), sistem operasi, program aplikasi, maupun sistem basis data yang digunakan. Dalam kondisi ini muncullah isu interoperabilitas: bagaimana sistem-sistem yang berbeda tersebut bisa saling berkomunikasi dan bertukar data dengan baik. Dalam contoh pada Gambar 1 di atas, bagaimana aplikasi penyusun aplikasi bisa menggunakan data yang dikelola oleh aplikasi sistem-sistem informasi yang lain.
Dalam pertukaran data antar aplikasi komputer yang berbeda, masalah utamanya terletak pada format data. Perbedaan format data menyebabkan data dari satu aplikasi tidak bisa begitu saja dikirimkan ke dan digunakan oleh aplikasi lainnya. Untuk itu diperlukan sebuah format “netral” yang disepakati oleh kedua aplikasi. Kata “netral” berarti tidak memihak ke format yang digunakan oleh salah satu aplikasi. Format netral ini kemudian digunakan sebagai format “antara” dalam pengiriman data, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Penggunaan format netral juga meningkatkan ekstensibilitas; aplikasi yang lain dapat pula memanfaatkannya, tanpa harus mengetahui format aslinya.
Gambar 2. Pengiriman data dengan format “netral” meningkatkan ekstensibilitas
Dewasa ini, format netral untuk pertukaran data banyak dijalankan oleh XML (eXtensible Markup Language). XML adalah sebuah format dokumen yang mampu menjelaskan struktur dan semantik (makna) dari data yang dikandung oleh dokumen tersebut [1]. Berbeda dengan HTML yang lebih berorientasi pada tampilan (appearance), XML lebih fokus pada substansi data, sehingga lebih cocok digunakan sebagai media pertukaran data. Kelebihan XML dibandingkan format teks biasa adalah dengan XML, struktur data yang ditransfer tidak “hilang”, demikian juga deskripsi tentang semantik datanya. Dengan karakteristiknya ini, XML telah menjadi standar de-facto bagi pertukaran data antar aplikasi komputer. Spesifikasi formatnyapun telah distandarkan untuk menjadi referensi yang sama bagi tiap aplikasi komputer yang memerlukannya.
Selain format, masalah lain dalam pertukaran data antar aplikasi komputer adalah mekanisme pertukarannya. Aplikasi-aplikasi yang berkomunikasi biasanya independen satu sama lain. Keduanya dibuat oleh pengembang yang berbeda, pada saat yang tidak sama pula. Padahal untuk bisa berkomunikasi, sebuah aplikasi harus tahu tentang cara menghubungi dan berbicara dengan aplikasi mitranya serta struktur data yang terlibat. Memberitahu semua ini berarti memberitahu detil internal dari aplikasi tersebut, dan ini yang sering menimbulkan kesulitan, karena tidak semua instansi bersedia membuka detil internal aplikasinya ke pihak lain, dengan alasan keamanan data dan sebagainya.
Untuk itu diperlukan cara lain yang lebih realistis. Yang sekarang banyak dilakukan orang adalah menggunakan Service-Oriented Architecture (SOA). SOA adalah sebuah skema yang memungkinkan komunikasi antar aplikasi dilakukan secara loosely-coupled, artinya masing-masing pihak tidak perlu punya ketergantungan yang tinggi satu sama lain [2]. Dalam SOA, komunikasi didasarkan pada konsep layanan (service). Komunikasi berbasis layanan ini menggunakan prinsip client-server. Ada aplikasi yang menyediakan layanan, dan aplikasi lain bisa meminta layanan tersebut. Permintaan terhadap layanan dilakukan dengan cara memanggil sebuah fungsi yang merepresentasikan layanan tersebut. Bila sebuah fungsi dipanggil, maka aplikasi penyedia layanan wajib memberikan layanannya ke aplikasi pemanggil.
Keunggulan SOA adalah bahwa detil-detil internal yang terlibat dalam pemanggilan fungsi layanan sepenuhnya “dibungkus” (disembunyikan) di balik fungsi tersebut. Ada “interface” yang secara tegas memisahkan bagian yang bersifat publik (boleh diketahui oleh aplikasi-aplikasi lain), dan bagian yang bersifat privat (aplikasi lain tidak perlu tahu). Dengan adanya interface ini, aplikasi client tidak perlu tahu tentang detil-detil internal, cukup sintaks fungsinya saja yang perlu diketahui. SOA bisa mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak: server tidak perlu menunjukkan detil-detil data yang mungkin bersifat sensitif atau rahasia, sementara sebuah client tetap bisa meminta data yang diinginkannya kepada server. Gambar 3 menunjukkan mekanisme SOA yang bersifat loosely-coupled.
Gambar 3. Komunikasi client-server berbasis SOA
Dalam lingkungan aplikasi berbasis Web, SOA diimplementasikan dengan teknologi web service [3]. Web service menggunakan konsep seperti pada Gambar 3. Web service juga menyediakan abstraksi yang seragam bagi aplikasi-aplikasi client dan server. Hal ini memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi lagi. Pada dasarnya aplikasi server dan client dapat dikembangkan dengan berbagai perangkat keras, sistem operasi, bahasa pemrograman, dan sistem basis data. Kemudian aplikasi ini dikemas sehingga bisa diakses dengan menggunakan protokol dan format standar web (http dan XML). Karena web sendiri sudah berkembang sebagai sebuah platform standar, maka web service menjadi sebuah pilihan yang menjanjikan.
Kesimpulannya, teknologi web service memungkinkan dilaksanakannya komunikasi antara dua aplikasi yang berbeda secara luwes, keduanya tidak perlu mengetahui detil internal masing-masing. Independensi dan otonomi inilah yang menjadi syarat penting dalam pertukaran data antar instansi, dan teknologi web service (dan XML sebagai format standar pertukaran data) memungkinkan hal itu dilakukan dengan mudah.
Kebijakan Pertukaran Data
Secara teknis, teknologi untuk melakukan pengiriman dan pertukaran data antar aplikasi komputer di instansi-instansi pemerintah yang berbeda telah tersedia. Selanjutnya, penerapan teknologi ini perlu didorong dan didukung oleh perangkat kebijakan yang memadai. Perangkat kebijakan inilah yang mengatur mekanisme pertukaran data pada aras operasional sebagai bagian dari proses-proses birokrasi yang dijalankan dalam kerangka e-government.
Tatakelola (governance) pertukaran data mendefinisikan isu-isu penting yang mungkin muncul dalam proses pertukaran data antar instansi pemerintah. Sebagai contoh, Pemerintah New Zealand mendefinisikan hal-hal berikut sebagai yang harus diatur [4]:
- Tujuan pertukaran data
- Otoritas legal yang terlibat
- Kebijakan manajemen data
- Standar untuk nama dan alamat
- Isu-isu tentang file data: format, parsing, skema, sintaks, dan lain-lain
- Isu-isu tentang pengiriman (transfer) data dan pesan: skenario transfer, keamanan, autentikasi, non-repudiasi, kompresi data, dan lain-lain
- Isu-isu implementasi: compliance, implementasi pilot, pengendalian perubahan (change control), audit, IPR, dan lain-lain
- Isu-isu lainnya: kualitas informasi, kepercayaan (trust), proses bisnis, dan lain-lain
Khusus tentang format pertukaran data, banyak pemerintahan atau organisasi global yang merekomendasikan penggunakan format yang bersifat terbuka seperti Open Document Format (ODF) yang sejak tahun 2006 telah menjadi standar internasional ISO/IEC JTC 1 IS 23600 [5]. ODF dirancang untuk menjadi format untuk pertukaran data antar aplikasi perkantoran, yang spesifikasinya ditetapkan oleh sebuah konsorsium Organization for the Advancement of Structured Information Standards (OASIS) [6]. Melalui program Interoperable Delivery of European e-Government Services to Public Administrations, Business, and Citizens (IDABC), Uni Eropa telah merekomendasikan ODF sebagai format pertukaran data dan dokumen dalam inisiatif e-government di negara-negara anggotanya [7]. Dengan format terbuka, diharapkan pertukaran informasi antar instansi pemerintah, perusahaan swasta, dan warga masyarakat dapat dilakukan secara lancar.
Pendekatan dan Strategi Implementasi
Sepanjang yang penulis ketahui, Indonesia belum memiliki kebijakan operasional yang mengatur tentang pertukaran data antar instansi pemerintah. Pada tahun 2004 Pemerintah sebenarnya pernah meluncurkan program Intergovernmental Access to Shared Information System (IGASIS) yang dirancang untuk mengatur, salah satunya, pertukaran data antar instansi pemerintah [8], tetapi sampai sekarang program ini tidak terdengar lagi kelanjutannya. Sebagai sebuah prototipe kebijakan, IGASIS perlu dikembangkan untuk mengatur isu-isu pertukaran data secara lebih komprehensif. Karena pertukaran data selalu melibatkan minimal dua instansi dengan domain kewenangan yang mungkin berbeda, maka IGASIS perlu ditangani oleh instansi pemerintah dengan otoritas kewenangan yang cukup.
Depkominfo adalah departemen yang cocok untuk mengembangkan, mensosialisasikan, dan mengawal penerapan IGASIS. Sebagai departemen teknis di bidang informasi dan komunikasi, Depkominfo memiliki baik kewenangan koordinatif (mengkoordinasikan pada aras departemen di tingkat pusat) maupun komando/kontrol (enforcement penerapan kebijakan di tingkat daerah). Keterpaduan penanganan di tingkat pusat dan daerah sangat penting, karena pertukaran data dapat terjadi pada sembarang domain/bidang, pada aras yang berbeda. Tanpa ada koordinasi dan enforcement yang kuat, ketidakcocokan atau bahkan perselisihan (dispute) antar instansi sangat mungkin terjadi.
Bila pengaturan pada aras kebijakan perlu ditegaskan, implementasi pada aras teknis operasional tidak perlu diatur secara ketat. Tiap instansi di pusat maupun daerah dibebaskan untuk mengimplementasikan aplikasi-aplikasi komputernya masing-masing, sesuai dengan kebutuhannya. Yang perlu dijaga adalah ketaatan (conformance) aplikasi-aplikasi tersebut pada kerangka yang telah ditetapkan dalam IGASIS. Dengan pendekatan ini, Pemerintah dapat menjamin tercapainya tujuan pertukaran data tanpa harus mengorbankan independensi dan otonomi masing-masing instansi.
Penutup
Persoalan interoperabilitas pada pertukaran data bukanlah masalah teknis semata. Secara teknis, persoalannya adalah pada penanganan heterogenitas antar aplikasi-aplikasi yang saling berkomunikasi. Teknologi yang ada saat ini telah memungkinkan dibangunnya interoperabilitas di atas heterogenitas aplikasi.
Selain masalah teknis, interoperabilitas juga perlu “dipaksakan” pada aras kebijakan. Pemaksaan ini diperlukan untuk menyeragamkan format dan mekanisme pertukaran data antar instansi. Isu-isu terkait seperti keamanan dan integritas data, pembagian kewenangan, dan masalah legal harus diatur untuk menjamin tujuan pertukaran data dapat tercapai. Untuk melaksanakan ini diperlukan otoritas yang memiliki kewenangan yang cukup, baik di dimensi horizontal (fungsi koordinasi) maupun vertikal (fungsi kontrol). Depkominfo adalah kandidat yang tepat untuk otoritas penentu kebijakan pertukaran data ini.
Daftar Pustaka
[1] Bray, T., Paoli, J., Sperberg-McQueen, C.M., Maler, E., dan Yergeau, F. (editor). Extensible Markup Language 1.0 (Fourth Edition). Dokumen web http://www.w3.org/TR/2006/REC-xml-20060816/ diakses pada tanggal 18 Mei 2008.
[2] He, H. What is Service-Oriented Architecture ? Dokumen web http://webservices.xml.com/pub/a/ws/2003/09/30/soa.html diakses pada tanggal 18 Mei 2008.
[3] Cerami, E. Web Service Essentials. O’Reilly, February 2002.
[4] State Service Commision, New Zealand Government. Exchanging Data Between Agencies. Artikel web diunduh dari http://www.e.govt.nz/standards/e-gif/best-practice pada tanggal 18 Mei 2008.
[5] Wikipedia. Open Document. Halaman web http://en.wikipedia.org/wiki/ OpenDocument diakses pada tanggal 18 Mei 2008.
[6] Brauer, M., Weir, R., dan McRae, M. Developing an XML-based File Format Specification for Office Applications. Artikel web diunduh dari http://www.oasis-open.org/committees/tc_home.php?wg_abbrev=office pada tanggal 18 Mei 2008.
[7] Directorate General for Informatics, European Commision. Promotion of Open Document Exchange Format. Halaman web http://ec.europa.eu/idabc/en/ document/3428/5644 diakses pada tanggal 18 Mei 2008.
[8] World Bank. Implementation Completion Report on a Loan to the Republic of Indonesia for the Information Infrastructure Development Project. December 2004. Dokumen diakses dari http://www-wds.worldbank.org/external/ default/WDSContentServer/WDSP/IB/2007/01/11/000310607_20070111153612/Rendered/INDEX/309680IND0Info0Infrastructure01PUBLIC1.txt pada tanggal 18 Mei 2008.
0 komentar:
Posting Komentar